Pengumpulan
dan Penertiban Al-Quran
Poko-pokok
Materi :
1. Pengertian Jam'ul Qur'an (Pengumpulan
Al-Quran)
2. Pengumpulan Al-Quran pada masa Rasulullah SAW
3. Pengumpulan Al-Quran pada masa Abu Bakar ra
4. Pengumpulan Al-Quran pada masa Utsman Ra
5.
Penertiban Susunan Ayat dan Surat
1. PENGERTIAN JAM'UL QUR'AN /
PENGUMPULAN AL-QURAN
Yang dimaksud dengan pengumpulan
Qur'an ( Jam'ul Qur'an ) oleh para ulama adalah salah satu dari dua pengertian
berikut :
Pertama
: Pengumpulan dalam arti menghafalkan Hifdzuhu
( menghafalkannya dalam hati).
Jumma'ul
Quran artinya huffazuhu (
penghafal-penghafalnya, orang yang menghafalkannya didalam hati). Inilah makna
yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada Nabi-Nabi senantiasa
menggerak-gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Qur'an ketika itu
turun kepadanya sebelum jibril selesai membacakannya, karena ingin
menghafalkannya:
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ
لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآَنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ
فَاتَّبِعْ قُرْآَنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19)
"Janganlah
kamu gerakkan lidahmu untuk Al Qur'an karena hendak cepat-cepat nya .
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan membacanya. Apabila
Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian,
sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya." (al-Qiyamah:16-19 ).
Kedua
: Pengumpulan dalam arti kitabatuhu ( penulisan Qur'an)
Yaitu
menuliskannyan baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau
menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran
secara terpisah, atau menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam
lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah, sebagiannya
ditulis sesudah bagian yang lain.
2. PENGUMPULAN QUR'AN DALAM
PADA MASA NABI
Realitas
penghimpunan Al-Quran pada masa nabi dapat dijelaskan dengan point-point
sebagai berikut :
a. Pengumpulan Al-Quran dalam
Penghafalan di masa Nabi.
Para
sahabat telah dikenal dengan kecintaan mereka dan semangat mereka dalam
menghafal Al-Quran. Dalam kitab sahihnya Bukhari telah mengemukakan adanya tujuh
huffadzh di masa sahabat, melalui tiga riwayat. Mereka adalah:
§ Abdullah bin Mas'ud,
§ Salim bin Ma'qal bekas budak Abu Huzaifah,
§ Muaz bin
Jabal,
§ Ubai bin Kaab,
§ Zaid bin Sabit,
§ Abu Zaid bin Sakan dan Abu Darda'.
Penyebutan para hafiz yang tujuh
atau delapan ini tidak berarti pembatasan, karena beberapa keterangan dalam
kitab-kitab sejarah dan sunan menunjukkan bahwa para sahabat berlomba
menghafalkan Qur'an dan mereka memerintahkan anak-anak dan ister-isteri mereka
untuk menghafalkannya.
b. Pengumpulan Qur'an dalam
Arti Penulisannya pada Masa Nabi
Beberapa
penjelasan terkait penulisan al-Quran dimasa nabi adalah sebagai berikut :
1)
Rasulullah meminta beberapa sahabat untuk
menuliskan wahyu
Rasullullah telah mengangkat
para penulis wahyu Qur'an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali,
Muawiyah, 'Ubai bin K'ab dan Zaid bin Sabit, bila ayat turun ia memerintahkan
mereka menulisnya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga
penulisan pada lembar itu membantu penghafalan didalam hati.
2)
Beberapa sahabat berinisiatif menuliskan secara
sendiri-sendiri.
Sebagian sahabat menuliskan
Qur'an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh nabi;
mereka menuliskannya pada pelepah kurma , lempengan batu, daun lontar, kulit
atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid bin Sabit mengatakan : " Kami menyusun
Qur'an dihadapan Rasulullah pada kulit binatang "
3)
Para sahabat senantiasa menyodorkan Qur'an kepada
Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan,
Tulisan-tulisan
Qur'an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf ; yang ada pada seseorang
belum tentu dimiliki orang lain. Rasulullah berpulang kerahmatullah disaat
Qur'an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti
disebutkan diatas; ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan, atau diterbitkan
ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah
dalam tujuh huruf. Tetapi Qur'an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang
menyuruh (lengkap).
KENAPA
AL-QUR'AN TIDAK DIBUKUKAN DALAM SATU MUSHHAF (PADA MASA NABI) ?
Ada
beberapa jawaban yang bisa menjelaskan pertanyaan diatas, diantaranya sebagai
berikut, sebagaimana disebutkan oleh Muhammad Ali Ash-Shobuni dalam At-Tibyan
fii Ulumul Qur'annya.
1) Al-Qur'an diturunkan tidak sekaligus, tetapi
berangsur-angsur dan terpisah-pisah. Tidaklah mungkin untuk membukukannya
sebelum secara keseluruhannya selesai.
2) Sebagian ayat ada yang dimansukh. Bila turun ayat
yang menyatakan nasakh, maka bagaimana mungkin bisa dibukukan datam satu buku.
3) Susunan ayat dan surat tidaklah berdasarkan urutan
turunnya. Sebagian ayat ada yang turunnya pada saat terakhir wahyu tetapi
urutannya ditempatkan pada awal surat. Yang demikian tentunya menghendaki
perubahan susunan tulisan.
4) Masa turunnya wahyu terakhir dengan wafatnya
Rasululah SAW adalah sangat pendek/dekat.Kemudian Rasulullah SAW berpulang ke
rahmatullah setelah sembilan hari dari turunnya ayat tersebut. Dengan demikian
masanya sangat relatif singkat, yang tidak memungkinkan untuk menyusun atau
membukukannya sebelum sempurna turunnya wahyu.
5) Belum ada motifasi/ alasan yang mendorong untuk
mengumpulkan Al-Qur'an menjadi satu mushhaf sebagaimana yang timbul pada masa
Abu Bakar. Orang-orang Islam ada dalam keadaan baik, ahli baca qur'an begitu
banyak, fitnah-fitnah dapat diatasi. Berbeda pada masa Abu Bakar dimana
gejala-gejala telah ada; banyaknya yang gugur, sehingga khawatir kalau
Al-Qur'an akan lenyap.
3. PENGUMPULAN QUR'AN PADA
MASA ABU BAKAR
a. Latar Belakang Pengumpulan
Quran :
Abu Bakar menjalankan pemerintahan
Islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar
berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang arab. Karena itu ia segera
menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad
itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar
sahabat yang hafal Qur'an. Dalam peperangan ini tujuh puluh qari dari para
sahabat gugur. Umar bin Khatab merasa sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu
ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan
membukukan Qur'an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah
telah banyak membunuh para qarri'.
Disegi lain Umar merasa khawatir
juga kalau-kalau peperangan ditempat-tempat lain akan membunuh banyak qari'
pula sehingga Qur'an akan hilang dan musnah, Abu Bakar menolak usulan itu dan
berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi
Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima
usulan Umar tersebut
b. Pemilihan Zaid bin Tsabit
Kemudian Abu Bakar memerintahkan
Zaid bin Sabit, mengingat beberapa hal :
§ kedudukannya dalam qiraat dan penulisan al-quran
§ pemahaman dan kecerdasannya,
§ serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir
kali.
Abu Bakar menceritakan kepadanya
kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu
Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat
menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur'an itu. Zaid bin Sabit
melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan yang ada dalam
hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian
lembaran-lembaran ( kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat
pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap
berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan
Hafsah putri Umar. Pada permulaan kekalifahan Usman, Usman memintanya dari
tangan Hafsah.
c. Metode Zaid bin Tsabit
& Ketelitiannya dalam Pengumpulan Al-Quran
Dalam usaha pengumpulan
Al-Qur'an Zaid bin Tsabit telah mengambil langkah yang tepat, teliti dan
mantap. Langkah tersebut adalah suatu jaminan (yang pantas) dalam penulisan
Al-Qur'an dengan mantap dan penuh ketelitian.
Zaid bin Tsabit tidak menganggap
cukup menurut yang dihafal dalam hati dan yang ditulis dengan tangannya serta hasil
pendengaran, tetapi ia bertitik-tolak pada penyelidikan yang mendalam dari dua
sumber:
1) Sumber hafalan yang tersimpan dalam hati para
sahabat; dan
2) Sumber tulisan yang ditulis pada zaman Rasulullah
SAW.
Dua hal tersebut yaitu hafalan
dan tulisan harus terpenuhi. Karena sangat bersungguh-sungguh dan
berhati-hatinya ia tidak menerima data berupa tulisan sebelum disaksikan oleh
dua orang yang adil bahwa tulisan tersebut ditulis di hadapan Rasulullah SAW.
Hal ini dikemukakan oleh sebuah
hadits yang diriwayatkan oleb Abu Daud dalam kitab sunnahnya; dimana ia
berkata: Umar datang seraya mengatakan: "Siapa yang menerima Al-Qur'an
dari Rasulullah SAW maka cobalah datangkan, mereka menulisnya dalam
lembaran-lembaran kertas, papan kayu dan pelepah kurma".
Sekalipun demikian ia (Umar)
tidak mau menerimanya begitu saja sebelum disaksikan oleh dua orang saksi.
Hadits ini didukung pula oleh hadits lain yang juga diriwayatkan oleb Abu Daud;
bahwa Abu Bakar mengatakan kepada Umar dan Zaid: "Duduklah anda berdua di
pintu masjid. Bila ada orang yang mendatangimu perihal Al-Qur'an (Kitabullah)
dengan membawa dua orang saksi, maka tulislah!"
Ibnu Hajar mengatakan:
"Yang dimaksud dengan dua orang saksi adalah hafalan dan tulisan,
sedangkan as-Sakhawy mengatakan bahwa yang dimaksud, adalah mereka berdua
menyaksikan tulisan tersebut di hadapan Rasulullah SAW itu karena
benar-benarnya usaha pemantapan, ketelitian dan kesungguhan yang digariskan
oleb Abu Bakar Shiddiq kepada Zaid bin Tsabit.
d. Beberapa Keistimewaan
Mushaf Abu Bakar
Lembaran-lembaran
yang dikumpulkan dalam satu mushhaf pada masa Abu Bakar memiliki beberapa
keistimewaan yang terpenting:
1) Diperoleh dari hasil penelitian yang sangat
mendetail dan kemantapan yang sempurna.
2) Yang tercatat dalam mushhaf banyalah bacaan yang
pasti, tidak ada nasakh bacaannya.
3) Ijma' ummat terhadap mushhaf tersebut secara
mutawatir bahwa yang tercatat adalah ayat-ayat Al-Qur'an.
4) Mushhaf mencakup huruf sab'ah (tujuh huruf)
yang dinukil berdasarkan riwayat yang benar-benar shahih.
Keistimewaan-keistimewaan
tersebut membuat para sahabat kagum dan terpesona terhadap usaha Abu Bakar,
dimana ia memelihara Al-Qur'an dari bahaya kemusnahan, dan itu berkat taufiq
serta hidayah dari Allah Azza wa Jalla.Ali berkata: "Orang yang paling
berjasa dalam hal Al-Qur'an ialah Abu Bakar r.a. ia adalah orang yang pertama
mengumpulkan Al-Qur'an/Kitabullah.
4. PENGUMPULAN QUR'AN PADA
MASA USMAN
a. Latar Belakang Pengumpulan
Penyebaran Islam bertambah dan
para Qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk disetiap wilayah itu
mempelajari qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara
pembacaan (qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan
perbedaan 'huruf ' yang dengannya Qur'an diturunkan. Apa bila mereka berkumpul
disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebagian mereka merasa heran
dengan adanya perbedaan qiraat ini. Sebagian mereka menganggapnya wahar, karena
mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada
Rasulullah.
Ketika terjadi perang Armenia
dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut menyerbu kedua
tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak melihat perbedaan dalam
cara-cara membaca Quran. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi
masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang
setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan.
Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap Usman dan melaporkan
kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga memberitahukan kepada Huzaifah
bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan
Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh, sedang diantara mereka
terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini
karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan
perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran yang pertama yang
ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat islam pada lembaran-lembar`n itu dengan
bacaan tetap pada satu huruf.
b. Metode Pengumpulan Al-Quran
masa Utsman
Utsman kemudian mengirimkan
utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan
Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian Usman
memmanggil :
§ Zaid bin Sabit al-Ansari,
§ Abdullah bin Zubair,
§ Said bin 'As, dan
§ Abdurrahman bin Haris bin Hisyam.
Ketiga
orang terkahir ini adalah orang quraisy, lalu Ustman memerintahkan mereka agar
menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan
Zaid dengan ketiga orang quraisy itu ditulis dalam bahasa quraisy, karena
Qur'an turun dengan logat mereka.
Mushaf-mushaf itu ditulis dengan
satu huruf (dialek) dari tujuh huruf Qur'an seperti yang diturunkan agar orang
bersatu dalam satu qiraat. Dan Usman telah mengembalikan lembaran-lembaran yang
asli kepada Hafsah, lalu dikirimkannya pula pada setiap wilayah yaitu
masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk dimadinah, yaitu
mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama "mushaf Imam". Kemudian ia
memerintahkan untuk membakar mushaf yang selain itu. Umatpun menerima perintah
dengan patuh, sedang qiraat dengan enam huruf lainnya ditingalkan.
c. Permasalahan seputar
penyatuan huruf al-quran dalam Mushaf Ustman
Utsman ra memutuskan untuk
menghilangkan enam huruf yang lain. Keputusan ini tidak salah, sebab qiraat
dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah mewajibkan qiraat
dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara
mutawatir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini
menunjukkan bahwa qiraat dengan tujuh huruf itu termasuk dalam katergori
keringanan (rukhsoh).
Apa bila sebagian orang lemah
pengetahuan berkata : Bagaimana mereka boleh meninggalkan qiraat yang telah dibacakan
oleh Rasulullah dan diperintahkan pula membaca dengan cara itu ? maka Jawabnya
ialah : 'Sesungguhnya perintah Rasulullah kepada mereka untuk membacanya itu
bukanlah perintah yang menunjukkan wajib dan fardu, tetapi menunjukkan
kebolehan dan keringanan (rukshah). Sebab andaikata qiraat dengan tujuh huruf
itu diwajibkan kepada mereka, tentulah pengetahuan tentang setiap huruf dari
ketujuh huruf itu wajib pula bagi orang yang mempunyai hujjah untuk
menyampaikannya, bertianya harus pasti dan keraguan harus dihilangkan dari para
qari. Dan karena mereka tidak menyampaikan hal tersebut, maka ini merupakan
bukti bahwa dalam masalah qiraat mereka boleh memilih, sesudah adanya orang
yang menyampaikan Qur'an dikalangan umat yang penyampaiannya menjadi hujjah bagi
sebagian ketujuh huruf itu.
PERBEDAAN
ANTARA PENGUMPULAN ABU BAKAR DENGAN USMAN
Dari teks-teks diatas jelaslah
bahwa pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar berbeda dengan pengumpulam yang
dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Diantaranya sebagai berikut :
1) Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran beliau akan
hilangnya Qur'an karena banyaknya para huffaz yang gugur dalam peperangan yang
banyak menelan korban dari para qari. Sedang motif Usman dalam mengumpulkan
Qur'an ialah karena banyaknya perbedaan dalam cara-cara membaca Qur'an yang
disaksikannnya sendiri didaerah-daerah dan mereka saling menyalahkan antara
satu dengan yang lain.
2) Pengumpulan Qur'an yang dilakukan Abu Bakar ialah
memindahkan satu tulisan atau catatan Qur'an yang semula bertebaran dikulit-kulit
binatang, tulang, dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf,
dengan ayat-ayat dan surah-surahnya yang tersusun serta terbatas dalam satu
mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya serta terbatas dengan bacaan yang
tidak dimansukh dan tidak mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Qur'an itu
diturunkan.
Sedangkan
pengumpulan yang dilakukan Usman adalah menyalinnya menjadi satu huruf diantar
ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu
huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.
5. PENYUSUNAN TERTIB AYAT
& SURAT
a. Penyusunan Tertib Ayat
Qur'an terdiri atas surah-surah
dan ayat-ayat, baik yang pendek maupun yang panjang. Ayat adalah sejumlah kalam
Allah yang terdapat dalam sebuah surah dari Qur'an. Surah ialah sejumlah ayat
Qur'an yang mempunyai permulaan dan kesudahan, tertib atau urutan ayat-ayat
Qur'an ini adalah tauqifi, ketentuan dariRasulullah, sebagian ulama
meriwayatkan bahwa pendapat ini adalah ijma' diantaranya az-Zarkasyi dalam
al-Burhan dan Abu Ja'far Ibnuz Zubeir dalam munasabahnya.
Diantara dalil-dalilnya adalah
sebagai berikut :
§ Usman bin 'Abil 'As berkata: "Aku tengah duduk disamping Rasulullah,
tiba-tiba panadangannya menjadi tajam lalu kembali seperti semula. Kemudian
katanya 'Jibril telah datang kepadaku dan memerintahkan agar aku meletakkan
ayat ini ditempat anu dari surah ini : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan serta memberi kepada kaum kerabat…..(an-Nahl:
90)
§ Terdapat sejumlah hadis yang menunjukkan keutamaan
beberapa ayat dari surah-surah tertentu. Ini menunjukkan bahwa tertib ayat-ayat
bersifat tauqifi. Sebab jika tertibnya dapat diubah, tentulah ayat-ayat itu
tidak akan didukung oleh hadis-hadis tersebut.
Diriwayatkan dari Abu Darda' dalam hadis
marfu' : "Barang siapa hafal sepuluh ayat dari awal surah kahfi, Allah
akan melindunginya dari Dajjal." Dan dalam redaksi lain dikatakan:
"Barang siapa membaca sepuluh ayat terakhir dari surah kahfi…"
§ Disamping itu terima pula bahwa Rasulullah telah
membaca sejumlah surah dengan tertib ayat-ayatnya dalam salat atau dalam
khutbah jumat, seperti surah Baqarah, Ali imran dan Annisa'. Juga hadis sahih
mengatakan bahwa Rasulullah membaca surah A'raf dalam salat maghrib dan dalam
salat subuh hari jum'at membaca surah Alif Lam Mim, Tanzilul Kitabi La
Raibafihi" (as-Sajdah) dan Hal Ata Alal Insani (ad-Dahr) juga membaca
surah Qaf pada waktu Kutbah. Surah Jumu'ah dan surah Munafikun dalam salat
jum'at.
§ Jibril selalu mengulangi dan memeriksa Qur'an yang
telah disampaikannya kepada Rasulullah sekali setiap tahun, pada bulan ramadhan
dan pada tahun terakhir kehidupannya sebanyak dua kali. Dan pengulangan Jibril
terakhir ini seperti tertib yang dikenal sekarang ini.
Dengan demikan tertib ayat-ayat
Qur'an seperti yang ada dalam mushaf yang beredar diantara kita adalah tauqifi.
Tanpa diragukan lagi.
b. Penyusunan Tertib Surah
Para ulama
berbeda pendapat tentang tertib surah-surah Qur'an, sebagai berikut :
Pertama : Bahwa susunan surat itu tauqifi dan
ditangani langsung oleh Nabi sebagaimana diberitahukan jibril kepadanya atas
perintah Tuhan.
Dengan
demikian, Qur'an pada masa Nabi telah tersusun surah-surahnya secara tertib
sebagaimana tertib ayat-ayatnya. Seperti yang ada ditangan kita sekarang ini.
Yaitu tertib mushaf Usman yang tak ada seorang sahabatpun menentangnya. Ini
menunjukkan telah terjadi kesepakatan (ijma') atas tertib surah, tanpa suatu
perselisihan apa pun.
Kedua
: Dikatakan bahwa tertib surah itu berdasarkan
ijtihad para sahabat, mengingat adanya perbedaan tertib didalam mushaf-mushaf
mereka.
Misalnya : mushaf Ali disusun
menurut tertib nuzul, yakni dimulai dengan Iqra', kemudian Muddassir, lalu Nun,
Qalam, kemudian Muzammil, dst hingga akhir surah Makki dan madani.Dalam mushaf Ibn
Masu'd yang pertama ditulis adaslah surah Baqarah, Nisa' dan Ali-'Imran. Dalam
mushaf Ubai yang pertama ditulis ialah Fatihah, Baqarah, Niasa' dan Ali-Imran.
Ketiga
: Dikatakan bahwa sebagian surah itu tertibnya
tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan ijtihad para sahabat, hal ini karena
terdapat dalil yang menunjukkan tertib sebagian surah pada masa Nabi.
Mannaul Qatthan menyatakan : Apa
bila membicarakan ketiga pendapat ini, jelaslah bagi kita bahwa pendapat kedua,
yang menyatakan tertib surah-surah itu berdasarkan ijtihad para sahabat, tidak
bersandar dan berdasar pada suatu dalil. Sebab, ijtihad sebaghan sahabat
mengenai terib mushaf mereka yang khusus, merupakan ihtiyar mereka sebelum
Qur'an dikumpulkan secara terib. Ketika pada masa Usman Qur'an dikumpulkan ,
ditertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya pada suatu huruf ( logat) dan umatpun
menyepakatinya, maka mushaf-mushaf yang ada pada mereka ditinggalkan.
Seandainya tertib itu merupakan hasil ijtihad , tentu mereka tetap berpegang
pada mushafnya masing-masing.
Sementara itu, pendapat ketiga
yang menyatakan sebagian surah itu tertibnya tauqifi dan sebagian lainnya
bersifat ijtihadi, dalil-dalilnya hanya berpusat pada nash-nash yang
menunjukkan tertib tauqifi. Adapun bagian yang ijtihadi tidak bersandar pada
dalil yang menunjukkan tertin ijtihadi. Sebab, ketetapan yang tauqifi dengan
dalil-dalilnya tidak berarti bahwa selain itu adalah hasil ijtihad. Disamping
itu pula yang bersifat demikian hanya sedikit sekali.
Dengan
demikian bahwa tertib surah itu bersifat tauqifi seperti halnya tertib
ayat-ayat. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar