Sabtu, 28 Februari 2015

Lelaki yang Teguh Hatinya


Udara dingin menggingit. Malam yang pekat menyergap area camping. Hanya cahaya lampu emergency yang sedikit bisa memberi penglihatan.
Di dalam tenda, tiga orang bercengkerama akrab ditemani makanan ringan dan segelas minuman hangat. Suara dering telepon genggam terdengar. Salah seorang di antara mereka mengangkat, lalu ia terlibat pembicaraan yang santai dengan seseorang di sana.
"Sedang istirahat," kata lelaki itu. Suaranya dibuat mendayu. Tahulah teman-temannya bahwa yang menelepon tersebut adalah istrinya.
Lalu seisi tenda pun menjadi gaduh. Lelaki itu pun menjadi olok-olokan.
"Baru sehari camping sudah ditelepon."
"Kayak pengantin baru aja."
Yang disindir pun hanya tersenyum karena ia maklum, dua orang temannya yang masih membujang itu belum merasai perasaan rindu kepada sang istri ketika berpisah jauh.
Lelaki itu, sebut saja namanya Hamzah (bukan nama sebenarnya), sebenarnya adalah lelaki dengan perangai yang tegas dan keras. Namun ketika berbicara dengan istrinya, tiba-tiba saja nada bicaranya lembut dan mendayu.
Kisah ini adalah kisah seorang lelaki yang teguh memegang prinsip. Ia mempunyai keyakinan dan tawakkal yang tinggi kepada Allah.
Berawal pada suatu masa ketika Hamzah baru lulus dari SMA. Ekonomi keluarga yang pas-pasan membuat Hamzah harus bekerja di sebuah perusahaan. Namun, ia pun berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Hamzah mendaftar di sebuah akademi swasta dengan tetap bekerja paruh waktu. Ia memang ulet. Kesulitan hidup tidak membuatmya menyerah. Selain belajar, selama kuliah Hamzah juga berusaha untuk melakukan aktivitas dakwah. Memang sejak SMA ia giat mengaji dan mengikuti kegiatan dakwah.
Yang paling menonjol dari perangai Hamzah ialah sikap tegasnya. Ia tegas dalam amar ma'ruf nahi mungkar. Tak segan-segan ia menasehati dan membubarkan orang-orang yang melakukan kemaksiatan di daerahnya, misalnya minum-minuman keras.
Jika sudah memiliki sebuah niat, ia akan bertekad akan mewujudkannya. Hingga ia terkesan sebagai orang yang keras. Hamzah juga orang yang sangat mudah menerima kebenaran. Nasehat-nasehat yang lurus dan benar akan mudah untuk diikutinya. Teman-temannya sangat menghormati Hamzah.
Di kampusnya, Hamzah menjadi pelopor dalam kegiatan dakwah. Sebelumnya, kampus kecilnya kering dari aktivitas menimba ilmu agama dan dakwah. Ia membuat kelompok kajian dan dakwah dengan beberapa temannya.
Mulailah kampus tempatnya belajar tercelup cahaya Ilahiah. Rintisan dakwahnya mulai berkembang. Di kampusnya ia menjadi sosok yang terkenal sebagai seorang dai.
Di sinilah dimulai kisah cinta itu.
Adalah seorang gadis yang bersahaja, dengan pakaian simpel dan jilbab kecil menutup rambutnya. Ia adalah gadis yang belum teracuni oleh gaya hidup hedonisme. Sebut saja namanya Zahra (bukan nama sebenarnya).
Dalam masalah agama, ia termasuk awam karena minimnya didikan agama dalam keluarganya. Yang menjadi sifat baiknya ialah ia mudah menerima nasehat-nasehat khususnya dalam hal agama.
Sosok tegas Hamzah pun menjadi perhatian Zahra. Ia mulai aktif mengikuti kajian yang diadakan Hamzah. Kajian-kajian ringan agar teman-temannya tidak meninggalkan ajaran agama.
Dari kajian itu, Zahra mulai mengenal ajaran agama lebih banyak. Ia berusaha memperbaiki sifat dan sikapnya. Nasehat-nasehat Hamzah dalam kajian, selalu dicobanya untuk dipahami dan dipraktekkan. Zahra sangat tertarik mempelajari agama. Terkadang ia bertanya kepada Hamzah hal-hal yang tak diketahuinya.
Lalu, sebagaimana datangnya angin sore yang lembut dan tak terasa, benih-benih perasaan itu pun muncul. Zahra tidak menyengaja untuk menumbuhkannya. Ia hanya merasainya, menikmatinya, dan bertanya-tanya tentang hal itu. Apakah yang aku rasakan?
Bagi sebagian besar wanita, Hamzah adalah lelaki yang kaku dan terlihat tidak keren. Tapi bagi Zahra, lain dalam pandangan dan hatinya. Hamzah adalah lelaki yang baik.
Ia pun memendam benih itu dalam-dalam. Takut akan muncul dan terlihat oleh orang lain, apalagi terlihat oleh Hamzah. Ia takut, Hamzah akan membencinya. Ia tahu, Hamzah adalah lelaki saleh yang tak kan mau berurusan dengan perasaan wanita.
Adapun dengan perasaan Hamzah, ia memandang Zahra dengan pandangan yang biasa saja. Jikapun ada yang menarik dari gadis bersaja ini ialah sifat pemalunya. Zahra memang pemalu. Sifat pemalu tersebut membuat Zahra menjadi gadis yang mudah menuruti apa yang dinasehatkan oleh Hamzah. Saat ini Zahra sudah memakai kerudung lebar yang syar’i. Tak sia-sia aku memberinya nasehat, batin Hamzah.
Hamzah menjalani masa kuliah sambil terus bekerja paruh waktu. Aktivitasnya padat; kuliah, bekerja, mengaji. Hamzah mesti lebih giat bekerja karena kebutuhan kuliahnya semakin meningkat.
Beberapa kali ia harus meminjam uang kepada temannya untuk menutupi biaya kuliahnya. Namun, ia tetap yakin bahwa ia akan bisa menyelesaikan kuliahnya dengan baik. Sedangkan Zahra, selain disibukkan oleh kuliahnya, hatinya disibukkan oleh bayangan lelaki yang tegas dan baik itu. Hati Zahra dibakar oleh perasaan kagumnya. Berdebar hatinya kala berjumpa dengan Hamzah. Inikah cinta?
Masa kuliah diselesaikan dengan baik oleh Hamzah. Begitu juga Zahra. Kelulusan yang mestinya disambut dengan bahagia, mengukirkan duka dalam hati Hamzah. Ia tak akan bertemu Hamzah lagi.
Kata orang, perasaan cinta tak dapat disembunyikan. Cahayanya akan selalu memancar, dan aroma wanginya akan tercium. Hamzah mengetahui bahwa Zahra menyukai dirinya. Gerak tingkah Zahra memperlihatkan hal itu. Namun, Hamzah berusaha untuk tidak menanggapinya, takut terjerumus dosa.
Apa kriteria calon istri menurutmu? Tanya seorang teman kepada Hamzah.
“Wanita yang pemalu,” jawabnya.
“Mengapa?”
“Karena wanita yang pemalu lebih mudah untuk dibimbing.”
Wanita pemalu lebih mudah untuk dibimbing, begitulah keyakinan Hamzah. Lalu ia pun teringat dengan wanita pemalu di kampusnya dahulu, Zahra. Sedang apa kiranya ia sekarang?
Zahra ditimpa kebimbangan. Hatinya dibakar rindu. Sesekali dikirimnya pesan singkat kepada Hamzah untuk menanyakan masalah agama atau materi kuliah yang dulu belum dipahaminya. Hal itu sedikit mengobati rindunya.
Hamzah, setelah kuliah tak segera mendapat pekerjaan sesuai kualifikasinya. Ia masih bekerja paruh waktu di perusahaannya dahulu. Saat mendapatkan sebuah pekerjaan, ia hanya bertahan beberapa minggu saja karena ia tak tahan dengan tekanan pekerjaan dan terkekangnya waktu.
Kemudian ia mendirikan sebuah usaha kecil-kecilan dengan modal pinjaman. Ia harus bekerja keras agar bisa mandiri. Selama beberapa waktu, usahanya tidak berjalan dengan lancar. Ia merasa tertekan dengan tuntutan ekonominya. Orang tuanya sudah tua. Ia ingin orang tuanya segera beristirahat dari pekerjaan. Namun untuk hal itu, ia haruslah bisa mandiri dan menghidupi orang tuanya.
Semakin lama usahanya semakin menurun. Lantas karena tak menghasilkan profit yang berarti, ditutupnya usaha tersebut. Hamzah bimbang. Himpitan ekonomi semakin menyesakkan dadanya.
Di usianya yang sekarang, semestinya ia sudah menikah dan mandiri. Sebenarnya ia pun sudah berencana akan menikah. Ketika memikirkan pernikahan, pikiran Hamzah terbayang wanita pemalu itu, Zahra. Ah, aneh, mengapa ia yang terbayang, batin Hamzah.
Impian pernikahannya tak mungkin terwujud sebelum ia bisa mandiri. Sedangkan, kini ia menganggur, tak punya penghasilan yang berarti. Meskipun ia masih bekerja paruh waktu pada perusahaannya dahulu, penghasilannya masih pas-pasan.
Dalam keadaan seperti, Zahra masih kadang mengirim pesan singkat. Hamzah semakin bimbang. Ia tak ingin larut memberikan harapan kepada Zahra. Ia pun tak mau sering-sering berkomunikasi dengan Zahra meskipun hanya komunikasi tanya jawab masalah agama.
Ia harus mengambil keputusan. Ia tak mau semakin lama bermimpi. Ia tak mau Zahra semakin memupuk harapan. Ia mengambil keputusan.
“Jika ada laki-laki yang baik datang melamar, terimalah.” Itu isi pesan singkat Hamzah kepada Zahra. Nasehat yang biasa saja, namun sebenarnya isinya menusuk hati Zahra.
Zahra paham apa maksud pesan tersebut. Hamzah ingin ia pergi dari hidupnya. Hatinya menangis. Gadis yang bersahaja itu terluka. Harapannya bertahun-tahun punah. Benih yang dahulu disimpannya dalam-dalam telah layu.
Air mata membasahi pipi gadis pemalu itu. Pilu dan sendu senantiasa menaungi hari-hari Zahra. Hanya kepada Allah-lah diutarakan kesedihannya. Dihaturkannya doa-doa ke atas langit dengan penuh ketulusan.
Hamzah, lelaki yang teguh pendirian itu kini sedang goyah. Himpitan ekonomi menyesakkan dadanya. Ditambah keputusannya untuk melepaskan Zahra. Zahra, gadis yang diam-diam diidamkannya.
Hamzah mengadu kepada Allah. Apa yang harus ia lakukan. Ia berharap jalan keluar segera datang.
Jika ada hati yang seteguh karang, itulah hatinya Hamzah. Ia lelaki yang yakin bahwa Allah tidak akan menelantarkan hamba-Nya. Ia yakin, bersama kesulitan ada kemudahan.
Hamzah selalu yakin dengan janji-janji Allah yang termaktub dalam kitab-Nya dan tersampaikan oleh Rasul-Nya. Salah satu janji-Nya ialah orang yang bertakwa akan dicukupkan kebutuhannya oleh Allah. Hamzah pun bersandar hanya kepada Dzat Yang Maha Pemberi Rezeki.
Hatinya menjadi lebih tenang. Jiwanya tenteram. Sesak hatinya oleh himpitan ekonomi yang telah menimpanya sedikit-demi sedikit terurai.
Mantaplah hati Hamzah. Ia kembali menjadi pribadi yang kukuh dan penuh percaya diri. Maka, meskipun ia memiliki penghasilan yang pas-pasan, dibulatkan tekadnya untuk segera menikah. Ia yakin bahwa orang yang menikah takkan ditelantarkan oleh Allah. Rezeki di tangan Allah.
Tanpa banyak basa-basi, dikiriminya sebuah pesan singkat kepada Zahra. Ia ingin menemui orang tua Zahra untuk melamarnya.
Hati Zahra bersorak. Bagai kering yang tersiram air hujan, tumbuhlah kembali bunga-bunga cinta dalam hatinya. Inilah jawaban doa-doanya.
Beberapa hari kemudian Hamzah datang ke rumah Zahra. Ia harus berputar-putar mencari rumah Zahra hingga dua jam karena belum mengetahui lokasinya. Dengan sedikit tersesat, Hamzah akhirnya tiba di rumah Zahra.
Hamzah, dengah penuh percaya diri, mengutarakan maksud kedatanganya. Zahra, gadis pemalu itu tertunduk semakin malu.
Ia adalah Hamzah, yang keyakinannya sekukuh karang.
Ia adalah Hamzah, yang yakin atas kuasa Allah, yang mengendalikan jodoh dan rezeki manusia.
Dilangsungkanlah pernikahan dengan penuh kesederhanaan. Mulai saat itu, Hamzah dan Zahra bersama-sama meniti hidup, melewati setiap rintangan dengan kasih sayang dan cinta.
Saat ini Hamzah dan Zahra dikaruniai seorang anak yang lucu, saat ini mereka sedang membangun rumah baru untuk tempat tinggalnya.
***
Berdasarkan kisah nyata.
Ditulis oleh
Sukrisno Santoso, pada malam yang dingin, 29 Juli 2014, di kota Sukoharjo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar